Desain Komunikasi Visual (DKV)


DKV
Desain Komunikasi Visual (DKV, beberapa menyebutnya DISKOMVIS) seringkali diidentikkan dengan desain grafis dan periklanan semata (dalam lingkup yang sempit malah). Padahal, DKV memiliki cakupan yang lebih luas. Jadi, apa itu DKV? Kenapa bernama DKV? Bagaimana DKV di Indonesia?
Pada dasarnya, DKV adalah merancang dan membuat desain kreatif untuk memecahkan masalah dan mencapai tujuan yang diinginkan dengan cara mengkomunikasikannya melalui visual. DKV biasa menggunakan gambar, tanda, lambang, simbol, tipografi, dan ilustrasi, baik yang diam seperti poster maupun yang bergerak seperti film. Proses komunikasi dilalui dengan mengeksplorasi ide dan merancangnya sedemikian rupa agar menghasilkan efek terhadap audience sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Perkembangan DKV di Indonesia banyak dipengaruhi oleh Bauhaus, pelopor sekolah desain modern di Jerman yang menggabungkan berbagai bidang seni murni, desain, dan arsitektur. Sementara istilah Desain Komunikasi Visual itu sendiri awalnya dikemukakan oleh desainer asal Belanda bernama Gert Dumbar pada tahun 1977 karena menurutnya, istilah “desain grafis” sudah tidak bisa mencakup moving image, display, dan pameran.

Istilah DKV dikenal di Indonesia sejak tahun 1980-an dan semakin terkenal akhir-akhir ini seiring meningkatnya perguruan tinggi yang membuka jurusan DKV. Nah, asal kalian tahu saja, Jurusan DKV (dulu masih disebut Desain Grafis) di Indonesia dibuka pertama kali oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1973 (dan menjadi DKV pada tahun 1979). Meski masih terus berkembang, kurikulum DKV ITB telah diadopsi oleh banyak perguruan tinggi lain yang kemudian dikembangkan lagi sesuai dengan visi misi masing-masing perguruan tinggi. Makanya, jangan heran bagi mahasiswa DKV non-ITB kalau kebanyakan buku referensinya berasal dari pustaka ITB.

Pada umumnya, jurusan DKV memiliki tiga spesialisasi yang akan dipilih oleh mahasiswa di tingkat tertentu. Tiga spesialisasi ini adalah desain grafis, multimedia, dan periklanan. Desain grafis mencakup apa yang dicakup oleh istilah “desain grafis” di masa lampau dengan media yang lebih mutakhir. Multimedia mencakup audio visual, animasi, dan antarmuka. Dan periklanan lebih fokus menggunakan kemampuan desain komunikasi visual untuk periklanan. Tapi melihat pesatnya perkembangan industri kreatif saat ini, tidak mustahil tiga spesialisasi ini akan berubah.

Sementara di dunia industri, sulit mengelompokan profesional dari jurusan DKV menjadi Desainer Komunikasi Visual. Itu karena dalam dunia industri, lulusan DKV ada yang benar-benar menjadi designer (seperti desainer grafis dan desainer antarmuka), dan ada yang lebih condong ke arah artist (seperti ilustrator dan animator). Beberapa profesi seperti fotografer dan sutradara malah sering dianggap bukan DKV. Di Indonesia, asosiasi profesi yang sering bertautan dengan DKV adalah Asosiasi Desain Grafis Indonesia (ADGI). Mungkin inilah salah satu sebab mengapa masih banyak orang yang mengidentikkan DKV dengan desain grafis.

DKV memiliki cakupan yang sangat luas. DKV bukan lagi bidang yang asing keberadaannya di antara kita. Mulai dari bungkus permen yang lucu sampai iklan yang menyentuh hati di TV. Dari ilustrasi buku yang sederhana sampai situs web yang kompleks. Semuanya ada berkat campur tangan desainer, dalam hal ini desainer komunikasi visual. Iklan tidak akan bermakna tanpa DKV. Film akan norak tanpa DKV. Bungkus permen akan homogen tanpa DKV. Buku-buku akan membosankan tanpa DKV. Situs web tidak akan berfungsi sempurna tanpa DKV. Meski DKV masih asing pengertiannya dalam benak masyarakat awam, tapi tetap saja hidup tidak akan “hidup” tanpa DKV.

Tulisan Dari : https://www.anni3.com

Bacaan AJEDABERKARYA :

https://ajedaberkarya.blogspot.com/2019/02/smkn-2-kota-mojokerto.html?m=1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempat Makan Di Malang Yang Wajib Dikunjungi Oleh Para Pecinta Kuliner

Manfaat Kencur Dan Jamu Untuk Kesehatan